Jumat, 11 Maret 2011

Farmakologi dasar


FARMAKOLOGI DASAR

Sejarah Obat
Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit berikut gejalanya.
Di masa lalu banyak obat berasal dari tumbuhan dan hewan
a.       Cara mencoba-coba pengalaman empiris secara turun temurun
Bagian dari tumbuhan yang dapat dipergunakan sebagai obat: tumbuhan keseluruhan (herbal), daun (folia), akar (radix),kulit (cortex), buah (fructus), bunga (flores), dan biji (semen)
Mulanya sebagai racun : pada anak panah suku indian kurare, strychnin
Gas racun (mustard) nitrogen-mustard anti kanker
Obat dari hewan yang sudah dipakai secara turun temurun, seperti hati ayam atau sapi untuk yang kekurangan darah, pancreas untuk terapi kekurangan insulin. Testis untuk terapi hormon
Mineral dari tanah, masyarakat primitif  tertentu yang memakan tanah yang tenyata mengandung Fe sehingga mencegah anemia
Dalam bentuk ekstrak atau rebusan
b.      Para ahli kimia mencoba mengisolasi zat-zat aktif dalam tanaman
Efedrin dari tanaman Ma Huang ( Ephedra vulgaris)
Kinin dari kulit pohon kina
Atropin dari Atropa belladonna
Morfin dari candu (Papaver somniferum)
Digoksin dari daun Digitalis lanata dan lainnya

c.       Munculnya obat kimiawi secara sintesis
Permulaan abad 20 mulai kemajuan obat-obat kimia sintesis: Salvarsan dan Aspirin
Sulfanilamid dan Penisilin
Ilmu kimia, fermentasi, teknologi rekombinan DNA berkembang sangat pesat
80% obat yang kini digunakan adalah hasil penemuan 3 dasawarsa terakhir ini
Perkembangan lanjut dengan membuat senyawa-senyawa turunan dari senyawa awal yang memiliki potensi lebih besar dan efek samping yang lebih rendah

Pengertian-pengertian:
1.       Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari ilmu pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya, kegiatan fisiologi, resorpsi dan nasibnya dalam organisme hidup. Untuk menyelidiki semua interaksi antara obat dan tubuh manusia khususnya, serta pengobatan penyakit, disebut farmakologi klinis.
2.       Farmakognosi mempelajari pengetahuan dan pengenalan obat yang berasal dari tanaman dan zat-zat aktifnya, begitu pula yang berasal dari dunia mineral dan hewan.
3.       Biofarmasi meneliti pengaruh formula obat terhadap efek terapeutiknya. Dalam bentuk apa sediaan obat dibuat agar didapat efek optimal. Ketersediaan hayati obat dalam tubuh untuk diresorpsi dan melakukan efeknya juga dipelajari.
4.       Farmakokinetika meneliti perjalanan obat, mulai dari saat pemberiannya, bagaimana absorpsi dari usus, transpor dalam darah, dan distribusi ke tempat kerjanya dan jaringan lain. Serta perombakannya (biotranformasi) dan diekskresi lewat ginjal. Singkatnya apa yang dilakukan tubuh terhadap obat.
5.       Farmakodinamika mempelajari kegiatan obat terhadap organisme hidup, terutama cara dan mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi, serta efek terapetis yang ditimbulkannya.Singkatnya Efek obat terhadap tubuh.
6.       Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek terapetis obat berhubungan erat dengan efek toksiknya. Pada hekekatnya obat dapat menjadi racun dan merusak organisme manakala dosisnya tidak tepat.
7.       Farmakoterapi mempelajari penggunaan obat untuk mengobati penyakit atau gejalanya.atas dasar pengetahuan tentang adanya hubungan antara khasiat obat dan sifat fisiologi atau mikrobiologinya di satu pihak dan penyakit di pihak lain. Adakalanya berdasar atas pengalaman yang lama (dasar empiris).
8.       Fytoterapi menggunakan zat-zat dari tanaman untuk mengobati penyakit.
9.       Zat aktif adalah senyawa-senyawa yang dalam organisme hidup menimbulkan kerja biologi.
10.   Kerja biologi yaitu semua perubahan dalam system biologi yang ditimbulkan oleh zat aktif.
11.   Bahan obat ialah zat aktif yang dapat berfungsi untuk mencegah, meringankan, menyembuhkan atau mengenali penyakit
12.   Obat adalah bentuk-bentuk sediaan tertentu dari bahan obat yang digunakan pada hewan dan manusia.
13.   Racun yaitu zat aktif yang menyebabkan kerja yang merusak
14.   Potensi kerja suatu senyawa ialah ukuran untuk dosis dan konsentrasi, yang dibutuhkan untuk mencapai efek tertentu,makin kecil dosis obatnya menunjukkan  makin besar potensi kerjanya.( ibaratnya kapuk dengan paku)
Dalam kelas terapi obat digolongkan menjadi empat:
a.       Obat farmakodinamis: mempercepat atau memperlambat proses fisiologi atau fungsi biokimia dalam tubuh : hormon, diuretika, hipnotika, dan obat otonom
b.      Obat kemoterapeutis: membunuh parasit dan kuman di dalam tubuh, sekecil-kecilnya berpengaruh terhadap tubuh tapi berkhasiat membunuh sebesar-besarnya terhadap parasit (cacing, protozoa) dan mikroorganisme (bakteri, virus). Termasuk obat-obat kanker .
c.       Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
d.      Obat diagnotis: pembantu untuk melakukan diagnosis (pengenalan penyakit), misal saluran lambung-usus (bariumsulfat), dan saluran empedu (natriumiopanoat dan asam iod organik lainnya).

Farmakope dan nama obat
Farmakope adalah buku resmi yang ditetapkan hukum dan memuat standarisasi obat-obat penting serta persyaratannya akan identitas, kadar kemurnian dan sebagainya, begitupula metoda analisa dan resep sediaan farmasi. Tiap negara memiliki farmakope sendiri, yang memuat obat-obat resmi dengan nilai terapi yang telah dibuktikan. Dan tiap apotik diwajibkan memilikinya
Farmakope Indonesia I jilid I tahun 1962 jilid II tahun 1965
Farmakope Indonesia II tahun 1972
Farmakope Indonesia III tahun 1979
Farmakope Indonesia IV tahun 1996

Obat paten atau spesialite adalah obat milik suatu perusahaan dengan nama khas yang dilindungi hukum, yaitu merek terdaftar atau proprietary name.

Obat berkhasiat keras: selain berkhasiat juga dianggap berbahaya terhadap kesehatan dan tidak dimaksudkan untuk keperluan teknik.

        Obat keras terbagi menjadi 2:
1.       Obat-obat dari daftar obat keras (daftar G): hanya dibeli di apotik dengan resep dokter dan dapat diulang tanpa resep baru bila dinyatakan boleh diulang. Golongan antibiotika, obat-obat sulfa, antihistaminika untuk pemakaian dalam dan semua obat suntik. Lingkaran Merah
2.       Obat-obat dari daftar obat keras terbatas (daftar W atau sekarang daftar P): diperuntukkan jenis penyakit yang pengobatannya dianggap telah ditetapkan sendiri oleh rakyat dan tidak begitu membahayakan. Dapat dibeli di apotik tanpa resep dokter,tersedia di toko obat yang pada waktu penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Lisol, air burowi, tingtur iod, papaverin (10mg), efedrin (35 mg) dan sulfa-sulfa usus (600 mg), serbuk sulfanilamida steril (5 g), dan antihistaminika untuk pemakaian luar. Lingkaran Biru. Terdapat peringatan  (P1 – P6) awas obat keras.

Kelompok obat yang tidak termasuk golongan obat keras dinamakan Obat bebas. Lingkaran Hijau.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan, baik sintesia atau semi sintesis yang dapat menyebabakan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Disebut juga sebagai obat bius atau daftar O
 Narkotika digolongkan menjadi 3:
a.       Narkotika Golongan I: hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang digunakan untuk kepentingan lainnya. Ada 26 bahan Contoh: tanaman Papaver somniferum, opium(candu), tanaman Erythroxylon coca, tanaman ganja (Cannabis), tetrahidrokarbinol dan turunannya, heroin, tiofentanil
b.      Narkotika Golongan II: dapat digunakan dalam terapi selain untuk tujuan ilmu pengetahuan dan memiliki potensi ketergantungan yang tinggi. Ada 87 zat/sediaan contohnya: dekstromoramida (Palfium), difenoksilat, fentanil, levorfanol, metadon (symoron), morfina,petidina,sulfentanil,opium
c.       Narkotika Golongan III: banyak digunakan dalam terapi dan potensi ketergantungan yang ringan, mencakup 14 zat/sediaan contohnya: dekstropropoksifena, etil-morfina (dionin), kodein,nikodikodina, etil morfina, polkodina

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis, bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Penggolongan psikotropika:
a.       Golongan I: hanya untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak diresepkan,ada 26 zat diantaranya brolamfetamina, etisiklidina, lisergida (LSD/MDMA), meskalina, psilosibina, tenamfetamina
b.      Golongan II ada 14 zat, boleh diresepkan tetapi memiliki potensi ketergantungan besar, terutama bila diberikan jangka panjang, contohnya: amfetamina(Benzedrina),deksamfetamina (Dexedrina), fenetilina, metamfetamina, metakualon (Revonal), metilfenidat (Ritalin), sekobarbital
c.       Golongan III mencakup 9 zatboleh diresepkan dan pada pemakaian lama dapat memberikan potensi ketergantungan antara lain: amobarbital (amylobarbital), flinitrazepam (Rohypnol), glutetimida, pentazosina (Fortral), pentobarbital, siklobarbital
d.      Golongan IV mencakup 60 zat yang seringkali diberikan dalam resep, sebagian besar adalah depresanSSP antara lain: allobarbital, alprazolam (Xanax), barbital, bromazepam (Lexotan), diazepam (Valium, Stesolid, Mentalium), etilamfetamin, fenobarbital (luminal), klobazam (Frisium), klordiazepoksid,meprobamat, nitrazepam, pipradol, triazolam




ASPEK BIOFARMASI

Obat masuk ke dalam tubuh dengan cara intravaskuler  (yaitu obat langsung masuk ke sirkulasi sistemik antara lain intra vena/suntikan/infus, intaarterial, dan intrakardial) atau ekstravaskuler (yaitu obat harus mengalami fase absorpsi dulu sebelum masuk ke aliran sistemik contoh: per oral, intra muscular, subkutan, rectal dan topical). Obat dapat disintesa dalam tubuh (misalnya hormone) atau sebagian zat kimia yang dating dari luar yang disebut xenobiotik
Sebelum obat tiba pada tempat tujuan dalam tubuh (targetsite), obat mengalami banyak proses, yaitu fase biofarmasi, fase farmakokinetika, dan fase farmakodinamika. Obat yang bekerja sistemik baru memberikan efek terapeutik setelah diabsorpsi dan mencapai kadar tertentu dalam komparten tubuh, dimana obat itu bekerja atau dimana terjadi ikatan obat-reseptor.
Biofarmasi adalah ilmu yang meneliti pengaruh formula obat terhadap efek terapeutiknya. Dalam bentuk apa sediaan obat dibuat agar didapat efek optimal. Ketersediaan hayati obat dalam tubuh untuk diresorpsi dan melakukan efeknya juga dipelajari. Efek obat tidak hanya tergantung dari faktor farmakologinya saja, tetapi juga ditentukan oleh bentuk sediaan terutama formulasinya.
LDA (Liberation, Disolution dan Absorption)
Pada sediaan tablet dikenal teori LDA yaitu tablet setelah masuk dalam saluran cerna mengalami pecah menjadi granul-granul. Kemudian zat aktif lepas dari granul (liberasi) dan kemudian zat aktif tersebut melarut dalam cairan (disolusi) baru kemudian diserap (absorpsi). Setelah diabsorpsi zat aktif tersebut di transport menuju targetside, mengalami metabolism dan diekskresi.
Obat dalam bentuk sirup / cairan akan lebih singkat penyerapannya karena tanpa desintegrasi
Absorbsi obat sangat berperanan penting dalam menentukan efektivitas obat. Sebelum diabsorbsi, obat harus larut dulu dalam cairan tubuh (disolusi). Semakain cepat obat melarut tentunya akan semakin banyak obat yang diabsorbsi. Jadi absorpsi obat ditentukan oleh:
-          Sifat Fisika-Kimia obat
-          Kecepatan melarut obat dalam lingkungan biologis membran.


 Sifat Fisik Obat
Obat-obat dapat berupa benda padat pada temperature kamar (aspirin, atropine), bentuk cair (nikotin, etanol), atau dalam bentuk gas (nitrogen oksid). Pada umumnya obat bersifat basa lemah atau asam lemah.
Ukuran obat
Kecepatan disolusi obat berbanding lurus dengan luas permukaannya, artinya semakin kecil ukuran partikelnya semakin luas permukaan kontaknya sehingga semakin baik disolusi/kelarutannya.
Ukuran molecular obat yang biasa digunakan bervariasi dari sangat kecil (ion Lithium BM 7) sampai sangat besar (alteplase suatu protein BM 59.050). Pada umumnya obat-obat memiliki ukuran Berat Molekul 100 sampai 1000. Obat yang BM-nya lebih dari 1000 tidak mudah berdifusi antara kompartemen tubuh (dari tempat pemberian ke tempat kerjanya). Bahkan untuk ukuran yang sangat besar diberikan langsung ke dalam kompartemen tempat efek kerja. Contoh pemberian Griseovulfin mikro 500mg memberikan kadar yang sama dengan pemberian  1 g Griseofulvin dalam darah pasien.
Reaktivitas obat dan ikatan reseptor obat
Obat berinteraksi dengan reseptor berdasarkan kekuatan atau ikatan kimia. Ada tiga tipe ikatan yaitu ikatan kovalen, elektrostatik dan hidrofobik. Ikatan kovalen sangat kuat dan umumnya irreversible. Ikatan elektrostatik merupakan ikatan yang lebih umum terjadi dalam ikatan reseptor –obat. Dalam praktek jenis ikatan kurang begitu penting disbanding dengan kenyataan bahwa obat yang terikat lemah pada reseptornya umumnya lebih selektif daripada obat yang terikat sangat kuat. Hal ini disebabkan ikatan lemah tersebut memerlukan kecocokan yang pas (precise fit) antara obat dan reseptornya bila interaksi terjadi. Hanya beberapa tipe reseptor saja yang mempunyai sifat kecocokan pas tersebut dengan suatu struktur obat tertentu.
Bentuk obat
Bentuk suatu molekul obat idealnya sedemikian rupa sehingga seperti 1 anak kunci dan gemboknya.

Pengaruh daya larut obat / bahan aktif bergantung pada sifat Fisika-Kimia obat, prosedur dan teknik pembuatan obat, dan formulasi bentuk sediaan & penambahan eksipien. Untuk memeprbaiki kelarutannya, dapat dilakukan dengan cara:
1.       Modifikasi keadaan kimiawi obat
a.       Pembentukan garam: akan memperbaiki kelarutannya
b.      Pembentukan ester, secara umum dapat memperlambat kelarutannya, tapi ada beberapa keuntungan: menghindari degradasi obat dalam lambung (Eritromycin stearat/succinat), memperpanjang kerja obat (hormone steroid), menutupi rasa obat yang tidak enak (Chloramphenicol stearat/palmitat).
2.       Modifikasi keadaan fisik obat
a.       Bentuk Kristal atau amorf: bentuk amorf lebih mudah larut
b.      Pengaruh polimorfisme: untuk bahan yang menghablur dalam berbagai bentuk Kristal
c.       Bentuk solvate dan hidrat: solvate dengan pelarut kalau pelarutnya air disebut hidrat. Anhidrat lebih bagus disolusinya
3.       Pengaruh prosedur dan teknik pembuatan obat
Banyak prosedur yang dapat dipakai untuk meningkatkan disolusi zat aktif yang sukar larut diantaranya:
a.       Pembentukan campuran eutektik: turunnya titik lebur bila 2 atau lebih bahan dicampur sehingga kombinasi ke duanya tetap berada dalam keadaan molekuler
b.      Pembentukan ikatan kompleks: bila dua bahan atau lebih terjadi ikatan yang terikat dengan kekuatan intermolekuler, ikatan hydrogen, ikatan van der wals yang diharapkan memperbaiki kelarutan tanpa menghilangkan aktivitas farmakologiknya, etilendiamin dan teophilin menjadi aminophylin (lebih mudah larut dalam air)
c.       Bahan yang dapat memodifikasi konstanta dielektrik lingkungan : kelompok polyetilenglikol yg dapat melarutkan bahan2 aktif tertentu 
Bentuk kristal harus digiling sehalus mungkin. Ukuran serbuk semakin kecil semakin mempercepat kelarutan dan mempercepat penyerapannya, dosis dapat dikurangi.
Obat untuk tujuan pengobatan lokal seperti infeksi usus (kanamisin, neomisin) atau pengobatan penderita cacingan (piperazin), justru tidak boleh diserap tubuh.
Bentuk Kristal zat aktif
Bioavailability (BA) atau ketersediaan hayati adalah persentase obat yang diresorpsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan tersedia, untuk melakukan efek terapeutisnya atau fraksi dari obat yang tidak berubah yang mencapai sirkulasi sistemik setelah diberikan melalui cara pemberian apapun. Pemberian intra vena Bioavailabilitasnya sama dengan satu.
Kesetaraan terapeutis adalah kesetaraan pola kerjanya (kadar dan percepatan resorpsi) dari dua obat yang berisi zat aktif dengan dosis yang sama.



ASPEK Farmakokinetika
Farmakokinetika dapat diartikan sebagai nasib obat didalam tubuh atau hal-hal yang dialami obat hingga mencapai cairan plasma. Interaksi secara farmakokinetik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, biotransformasi/metabolisme, atau ekskresi obat lain. Secara fisiologi interaksi terjadi apabila suatu obat merubah aktivitas obat lain pada lokasi yang terpisah dari tempat aksinya. Farmakokinetika mempelajari kinetika absorpsi obat, distribusi, dan eliminasi (yakni eksresi dan metabolisme).
Proses perjalanan obat yang terjadi di dalam tubuh meliputi :
  1. Absorbsi, merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian sampai ke system sistemik. Banyak factor yang mempengaruhi absorbsi, salah satunya yaitu kecepatan pengosongan lambung. Obat yang absorbsinya tidak dipengaruhi oleh makanan maka dosisnya tidak perlu diubah, tetapi obat yang absorbsinya dipengaruhi oleh makanan maka dalam penggunaannya digunakan sebelum makan atau dapat digunakan setelah makan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses absorpsi yaitu :
    1. Kelarutan obat
    2. Kemampuan obat difusi melintasi membran
    3. Kadar obat
    4. Sirkulasi darah pada tempat absorpsi
    5. Luas permukaan kontak obat
    6. Bentuk sediaan obat
    7. Rute penggunaan obat.
  1. Distribusi, merupakan perpindahan obat dari saluran sistemik ke tempat aksinya. Apabila suatu obat memilki waktu paruh yang lama, maka kecepatan distribusi obat semakin cepat dan akan semakin cepat terjadi akumulasi (terjadinya efek toksik). Untuk mengatasi hal tersebut, maka dosis dan cara pemakaiannya harus dikurangi. Faktor-faktor yang mempengaruhi prses distribusi, yaitu :
    1. Perfusi darah melalui jaringan
    2. Kadar gradien, pH dan ikatan zat dengan makro molekul
    3. Partisi ke dalam lemak
    4. Transport aktif
    5. Sawar, seperti sawar darah otak dan sawar plasenta, sawar darah cairan cerebrospinal
    6. Ikatan obat dan protein plasma.
  2. Metabolisme, merupakan proses perubahan obat menjadi metabolitnya (aktif dan non aktif). Semakin besar dosis suatu obat, maka kemungkinan metabolit aktif semakin banyak, maka respon yang dihasilkan juga akan semakin besar. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses metabolisme :
    1. Metabolisme prasistemik, yang sangat berpengaruh pada ketersediaan hayati obat.
    2. Bentuk stereoisomer, obat yang mempunyai bentuk isomer mengalami rute dan kecepatan metabolisme obat di antara bentuk-bentuk isomernya.
    3. Dosis
    4. Umur
    5. Inhibisi dan induksi metabolisme, adanya interaksi bersaing dua substrat untuk enzim menimbulkan hambatan enzim memetabolisme obat. Efek keseluruhan interaksi tergantung pada kadar relatif dari dua macam substrat dan afinitasnya pada letak aktifnya.
  3. Ekskresi, berkaitan dengan eliminasi. Dimana semakin cepat eliminasi suatu obat, maka durasinya juga semakin cepat. Untuk mengatasinya maka frekuensi penggunaan obat perlu ditingkatkan agar tetap masuk dalam jendela terapi.

Dalam praktek teraupetik, suatu obat harus dapat mencapai tempat kerja yang diinginkan setelah masuk tubuh dengan jalur yang terbaik. Dalam beberapa hal obat diberikan langsung pada tempatnya bekerja seperti pemberian topical obat anti inflamasi pada kulit atau membrane mukosa yang radang.
Ketersediaan Hayati (Bioavailabilitas)
Didefinisikan sebagai fraksi dari obat yang tidak berubah (unchanged drug) yang mencapai sirkulasi sistemik setelah diberikan melalui semua cara pemberian.
ASPEK FARMAKODINAMIKA
TEORI OBAT RESEPTOR
Dalam pengertian umum, obat adalah suatu substansi yang melalui efek kimianya membawa perubahan dalam fungsi biologic. Pada umumnya, molekul obat berinteraksi dengan molekul khusus dalam system biologic, yang berperan sebagai pengatur, disebut molekul reseptor.
Ikatan obat-reseptor merupakan tahap awal dari beberapa tahap untuk dapat mencapai timbulnya efek.
Berakhirnya kerja obat pada tingkat reseptor merupakan salah satu akibat dari serangkaian proses. Dalam beberapa hal, efek berlangsung selama obat menduduki reseptor, sehingga dengan lepasnya obat dari reseptor akan berakhir pula efeknya.
ASPEK TOKSIKOLOGI
Toksiologi dibedakan atas:
-          Efek toksik akut, yang langsung berhubungan dengan pengambilan zat toksik
-          Efek toksik kronis, yang pada umumnya zat dalam jumlah sedikit diterima tubuh dalam jangka waktu yang lama sehingga akan terakumulasi mencapai konsentrasi toksik dan dengan demikian menyebabkan terjadi gejala keracunan.
Toksikologi obat mencakup:
·          Uji obat yang potensial terhadap toksisitas atau keamanannya dalam fase pra-klinik
·         Efek samping (yang tak diingini) dari obat dan kosmetika pada penggunaan sesuai petunjuk
·         Keracunan akut dan kronis pada penggunaan obat berlebih
Toksikologi  bahan makanan menguji bahan makanan/minuman terhadap kemungkinan adanya zat berbahaya yang dikandungnya seperti zat warna, zat pengawet, zat pengikat, korigensia rasa, sisa antibiotika, ion logam berat, zat pelindung tanaman atau zat pengelantang.
Toksikologi pestisida, yaitu keracunan karena senyawa anti gulma atau insektisida. Karena penggunaan pestisida yang tak terkontrol dapat menumpuk pada manusia sedikit demi sedikit bersama makanan, dan biasanya sulit dieliminasi. Walau jumlah yang termakan sedikit tetapi toksisitas kronisnya tak dapat diabaikan.
Toksikologi industri, yang mana mencakup semua jenis keracunan di industri.
Toksikologi lingkungan mencakup pencemaran lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya bahaya toksik pada manusia.
Toksikologi kecelakaan mencakup kecelakaan akibat racun atau penyalahgunaan zat beracun, sampai pada kasus percobaan bunuh diri. Contohnya kasus senyawa organic/obat yang diletakkan sembarangan dan terminum oleh anak-anak sehingga menimbulkan keracunan.
Toksikologi perang, merupakan toksikologi pelaksanaan perang dengan senjata atom, biologi dan kimia.
Toksikologi penyinaran, yang berperanan penting dalam kehidupan rakyat sipil sebagai akibat penggunaan reactor atom untuk mendapatkan energy dan penggunaan isotop radioaktif yang makin meningkat dalam bidang kedokteran dan industri.
Pertolongan keracunan harus dilaksanakan dengan cepat dan tepat, pertolongan pertamanya yaitu:
a.       Menjaga agar fungsi vital, seperti pernafasan (dapat tetap bebas bernafas, kalau perlu dengan bantuan alat, membersihkan sekret) dan sirkulasi (jantung tetap berdetak normal)tetap ada, kesetimbangan elektrolit, air, dan asam basa dalam tubuh
b.      Menghindari absorbsi racun lebih lanjut, jika penyebab keracunan diketahui dapat diberikan antidot tertentu.
Langkah selanjutnya untuk menghentikan absorpsi racun dengan:
-          Mempercepat eliminasi racun yang sudah masuk ke dalam organisme
-          Menormalkan kembali fungsi tubuh yang terganggu dengan penanganan simptomatik
Penangan keracunan pada kulit dapat dicuci dengan air dan sabun. Atau membersihkan dengan polietilenglikol 400 (LutrolR).
Penanganan keracunan pada mata harus dicuci sebersih mungkin dengan banyak air, sedapat mungkin kelopak dibalik. Dapat digunakan larutan natrium hydrogenkarbonat 2% jika terkena asam, dan dengan larutan asam borat 2% jika mata terkena alkali.
Penanganan keracunan secara oral harus diusahakan segera menghilangkan racun dari tubuh dengan melakukan bilas lambung atau membuat muntah, sebelum absorbs racun terjadi. Membuat racun (sebelum fase absobsi) menjadi bentuk kurang toksik, atau menghindari absorbs sejumlah racun yang masih ada dalam saluran cerna dengan pemberian adsorbensia dan / laksansia dan pada keracunan pelarut tertentu diberikan paraffin cair. Pembilasan lambung atau pemuntahan isi lambung dapat mencegah absorbsi racun, dan selanjutnya diberikan adsorbens. Muntah dapat diusahakan dengan rangsangan mekanis pada kerongkongan atau dengan pemberian larutan natrium klorida (2 sendok + 1 gelas air) tidak untuk anak-anak. Bila setelah 10 menit belum muntah segera lakukan bilas lambung, karena bahaya hipernatriemia dengan udem di otak.
Pada anak-anak dianjurkan menggunakan Ipecaccuanhae sirup dan apomorfin untuk dewasa untuk memacu terjadinya muntah, tapi tidak untuk pasien yang tak sadarkan diri.
Adsorbensia yang paling banyak dipakai adalah karbon aktif.
Minyak paraffin yang mempunyai sifat sulit diabsorbsi akan bercampur dengan pelarut organik dan akan menurunkan absorbsinya. Laksansia garam (Na sulfat) dapat merangsang  peristaltik dalam saluran cerna sehingga mencegah penyerapan absorbs dan mempercepat eliminasinya. Setelah racun diabsorbsi, maka penggunaan adsorbensia dan peristaltic tidak berguna.
Untuk menghilangkan racun secepat mungkin yang telah diabsorpsi dapat dilakukan dengan:
-           Diuresis paksa (furosemid, bumetanida) dengan substitusi air + elektroit
-          Mengubah pH urin (racun sifat asam urin di basakan dan sebaliknya)
-          Dialysis peritoneal (dengan memasukkan cairan ke dalam rongga perut lewat kateter lalu disedot kembali)
-          Dialysis ekstrakorporal (hemodialisis ginjal buatan)
-          Hemoperfusi (menyaring darah di luar tubuh dengan melewatkan darah pada adsorbensia harsa polistiren,arang)
-          Transfusi penukar (penggantian darah)
Antidot adalah senyawa yang mengurangi atau menghilangkan toksisitas senyawa yang diabsorbsi. Antidot yang ada hanya untuk beberapa racun saja. Contohnya keracunan alkil-fosfat dengan atropin dan rektivator kolinesterase. Keracunan sianida dengan pembentuk methemoglobin. Keracunan metanol dengan pemberian etanol.
 *Daftar Pustaka : Dosen Bpk .Husein S.Si, Apt

2 komentar: